Konon kabarnya, ada sebuah rumah sakit di suatu daerah yang di ruang ICU-nya siapapun yang dirawat disitu dipastikan akan mati pada Malam Jum'at. Entah benar atau tidaknya berita itu tak ada yang tahu. Sampai suatu hari, ada sebuah keluarga yang kakek dari keluarga tersebut sedang sakit keras sehingga dirawat di rumah sakit tersebut. Karena seluruh ICU di rumah sakit tersebut sedang penuh dengan terpaksa seluruh keluarga tersebut menerima kakek mereka dirawat di ruangan tersebut.
Sampai pada hari Kamis tiba seluruh keluarga tersebut sudah siap untuk mengaji semalam suntuk demi menjaga kakek mereka tercinta dari hal-hal yang tidak diinginkan. Bersama seluruh karyawan rumah sakit semuanya pun mulai mengaji.
Sampai pagi tiba tak ada apapun yang terjadi maka seluruh orang yang ada di situ pun menyelesaikan pengajian mereka. Karena mereka terlalu lelah mengaji semalam suntuk maka dari itu mereka semua pun jatuh tertidur. Tanpa mereka sadari, ada seseorang tak diundang yang masuk ke ruangan tersebut. Mencabut colokan seluruh alat yang menjadi penopang kehidupan kakek tersebut dan menggantinya dengan alat lain yang berbunyi sangat bising hingga membangunkan seluruh orang. Semuanya terkejut dan berteriak menyaksikan kelakuan orang tersebut dan memaksa mencabut alat yang sedang digunakan orang itu dan menyelamatkan kakek mereka. Penasarankan siapa orang yang telah menyebabkan kekacauan tersebut? Jawabannya adalah OB rumah sakit tersebut yang sudah tua dan tidak mengerti tentang hal-hal seperti itu.
TADAAA! Inilah cerita paling menyeramkan sedunia. Ehem ... maaf kalau ada yang bored.
Friday, July 18, 2014
Thursday, July 10, 2014
Orang Lain Dalam Diriku
Bruagh …
Aduh … di mana ini, sakit banget
pinggangku. Kenapa sepi banget ya di sini. Bagaimana cara aku bisa ke sini dan kenapa tadi aku
jatuh. Aduh, gimana nih … yaudah deh aku coba keliling di daerah ini, siapa
tahu bisa dapet petunjuk. Bum … bum … bum … Hwaa … kenapa ini? Kenapa tanahnya
bergetar? Apa gempa bumi? Hwaa!!! Aku pengen pulang Ayah, Bunda. Ini di mana?
Mana rumahku. Ke mana semua orang? Apa yang terjadi di sini? Aduh, aku kan agak
buta arah … hwaa…
Nguung
… nguung … nguung …
“HWAAAA
… Ah nyamuk! Pergi kalian … shuh … shuh … Uh. Udah mimpi buruk, kena
eureup-eureup, digangguin nyamuk lagi.
Apa sih maunya nyamuk-nyamuk ini. Udah ah, tidur lagi aja. Siapa tahu kali ini
mimpinya gak serem. Baca do’a dulu deh. Bismika allahumma ahya wabsmika aamuut
Aamiin. Hooam … Grook … grook …” Abe pun tertidur, belum lama ia tertidur
tiba-tiba …
Kukuruyuk
… kukuruyuk …
Ayam
milik tetangga Abe pun berbunyi.
“ARGGGHHH
…! Kenapa siih. Abe kan cuma mau tidur, ada aja deh gangguannya. Nih, rasain
nih ‘ayam’!” teriak Abe sambil melempar bantalnya ke jendela yang dekat dengan
lokasi kandang ayam tetangganya. Padahal bantal itu tidak akan mungkin sampai
ke kandang, karena dibatasi oleh dinding, “hmm … berhubung udah bangun
dikarenakan beberapa gangguan yang ada, dengan berat hati. Saya ABeCe DeEeF
bakal nerusin bangun. Hehe … solat subuh dulu ah. Udah jam berapa ya? Hmm … jam
4.21, bentar lagi adzan. Ya udah deh, berhubung sudah bangun. Mari kita bangunin
Kak Ge. Maju jalan.” Lanjut Abe berbicara kepada dirinya sendiri.
Dok
… dok … dok …
Abe
mengetuk pintu kakaknya dengan kasar. Tapi, karena tidak dibuka-buka, Abe pun
menerobos masuk ke kamar yang ternyata tidak dikunci itu dan …
“KAK
GE BANGUUN!!! Udah mau adzan subuh nieh …” teriak Abe sambil menghambur ke
kasur kakaknya, “eh, kok cuma bantalnya doang? Kakak mana ya,” Abe bergumam
pada dirinya sendiri.
Braak
…
“Hwaa
… kaget eh kaget,” Abe mengucap latah mendengar suara kencang dari belakangnya.
“Hoi
… ngapain sih ribut-ribut. Lagian ngapain tuh, tuh, loncat-loncat ditempat
tidur kakak. Hush … hush … keluar sana,” usir Kak Ge yang saat itu hanya
memakai handuk yang dipasang di pinggang dan baru saja keluar dari kamar mandi.
“Gyahahaha
… kakak ngapain pake handuk doang. Nggak malu apa?” Tanya Abe.
“Ye
… lagian mana kakak tau kalau pagi-pagi buta gini bakal ada monster yang nggak
diundang masuk ke kamar kakak tanpa izin. Udah ah, sana keluar.” Jawab Kak Ge
sambil mendorong Abe agar keluar dari kamarnya.
“Ya udah deh, udah adzan deh kayaknya. Lebih
baik aku shalat, mandi, terus siap-siap juga kayak Kak Ge. Eh, tapi tumben yak kok
Kak Ge jadi rajin,” gumam Abe diluar kamar Kak Ge.
“Emang
udah rajin dari sononya kale!” Teriak suara yang ternyata Kak Ge yang mendengar
gumaman Abe.
“Huh,
kepedean.” Ujar Abe sambil menjauh dan masuk ke kamarnya.
Setelah
beberapa lama Abe bersiap-siap, Abe pun siap untuk berangkat ke sekolah. Abe
biasa ke sekolah naik mobilnya setelah mengantar kakaknya ke sekolah.
“Dag
… Assalamu’alaikum adek Kakak! Muach …” ujar Kak Ge begitu sampai di sekolahnya
diiringi ‘kiss bye’ genitnya.
“Dag
… Wa’alaikum salam Kak. Huek …” jawab Abe malas-malasan disertai gerakan
muntahnya. Selanjutnya, perjalanan dijalani dengan tidur Abe.
Sesampainya
Abe di sekolahnya, ia langsung duduk di samping Mita salah satu teman dari
teman sekelasnya –Uwah … ribet amat ngomongnya- yang jelas setelah masuk ke
kelas. Setelah duduk disampingnya dan setelah menyapanya, Abe biasanya diam
kecuali ditanya. Tapi biasanya Abe suka berusaha JB-JB gitu –walau kalau sama
‘anak-anak eksis’ biasanya gak begitu nyambung dan malah ganggu-. Hari ini
selasa, biasanya ada pertemuan sama wali kelas biasa disebut PA. Bertemu dengan
guru yang paling care sama mereka ini dia Bu … Lina! Bu Lina dipersilahkan
memasuki ruang kelas.
“Ya!
Assalamu’alaikum 7C! Saya tahu sekarang semuanya lagi punya banyak tugas yang deadline-nya
bentar lagi ya, saya juga lagi banyak tagihan yang deadline-nya bentar lagi.
Tetep semangat dan jaga kesehatan. Bentar lagi UKK dan bentar lagi entri nilai
akan ditutup. Hayooo … siapa yang masih punya tagihan-tagihan segera dilunasi,
biar nanti pas lagi rapat dewan guru. 7C … Aman. Jangan lupa ekskul … ekskul …
SPP, native juga. …” dan seterusnya. Abe memperhatikan sambil membuka-buka
catatan tagihan PR-nya.
‘Huft … banyak banget nih yang belum.
Kok ada penurunan ya? Perasaan semester 1 lebih rajin dari ini. Uh, mana sering
ninggalin kelas lagi. Berapa banyak tugas kalo gitu.’
Gerutu Abe dalam hati.
Hari
itu, berjalan seperti biasanya sampai sewatu istirahat …
‘Abe, masuk sana udah mulai tuh PA-nya’
ujar seorang teman Abe yang saat itu terlambat.
‘Oh, iya makasih ya. Tadi aku baru dari
toilet,’ jawab Abe.
‘Euh …’ ujar kakak kelas yang lewat.
Dak …
‘ARGH …!’ teriak teman yang tadi memberi
tahu Abe soal PA. Walau mendengar suara itu, Abe tetap berlalu bagai tak merasa
apapun.
‘Gak tau terima kasih tuh anak. Udah
dikasih tau malah nendang.’ Ujar teman itu.
Abe tetap berlalu, dengan perasaan aneh.
Kenapa tadi dia nendang temannya itu, kenapa dia nggak minta maaf, kenapa …
kenapa … kenapa …
“ARGHH
…!!! Kenapa …?!?” teriak Abe tiba-tiba.
“Abe
… abe …, kamu nggak apa-apa?” Tanya Runna, salah satu temannya dari kelas lain,
“kamu ngelamun ya. Kamu beneran nggak apa-apa, kan?” Runna menyambung
pertanyaannya dengan heran.
“Nggak
kok. Nggak kenapa-napa. Iya, cuman ngelamun aja,” jawab Abe meyakinkan Runna.
“Oh
ya udah, jangan lupa makan tuh makanannya nanti istirahatnya keburu selesai
loh.” Runna mengingatkan.
“Iya,
makasih ya.” Jawab Abe.
Kenapa ya, akhir-akhir ini aku jadi suka
ngelamun, paranoid, susah bergaul, entah kenapa menghindari sosialisasi, dll.
Aduh, kenapa juga mesti inget kejadian itu. Aku juga jadi bingung nih, kenapa
setiap dalam lamunanku itu tentang kesalahan aku di masa lalu, aku berusaha
dengan sangat mencari alasan untuk minta maaf atau apa gitu walau alasan itu
nggak bakal mencuat keluar dan kenapa aku pas kejadian itu berlangsung, aku
nggak langsung minta maaf. Ah … ya sudahlah. Kulupakan saja. Batin
Abe.
Hari
itu, berjalan seperti biasa dengan perasaan lebih cemas dari biasanya dan memikirkan
hal itu berulang-ulang hingga tak bisa berkonsentrasi saat pelajaran
berlangsung. Sepulang sekolah pun begitu, Abe duduk sambil menunggu supirnya
dating menjemputnya sambil terkadang beberapa orang datang dan pergi untuk
meminjam hp-nya. Akhirnya, supirnya pun meneleponnya dan menyuruhnya untuk
segera menunggu di pos satpam. Selama diperjalanan Abe hanya termenung, lalu
tanpa ia sadari ia mulai terkulai dan jatuh tertidur.
“Abe,
ayo bangun sudah sampai rumah nih.” Ujar Pak Sirah.
“Ngh,
oh … iya Pak, makasih ya.” Jawab Abe sambil mengucek matanya. Ia pun melangkah
masuk ke rumahnya, setelah mencuci muka, tangan, dan kaki serta mengganti bajunya,
dengan malas ia menyalakan wi-fi di rumahnya, mengambil laptop miliknya dan
merebahkan dirinya ke kasur
“Kenapa
ya, hidupku kok sedih banget tadi siang aku ulangan agama, basanya dapet bagus
tapi sekarang dapet 84 uh. Terus, dalam hidupku kadang dikasih jabatan tapi
sering di-non-fungsikan, terus aku selalu mimpi punya temen banyak yang
nganggep aku ada dan bisa maklumin segala kesalahanku dan nggak ngejauh kala
dideketin, emangnya aku bau ya? Muak
banget deh, dapet perlakuan yang sama sekali beda dari yang diharapkan. Kesel.
Sebenernya aku ini kenapa sih beberapa hari ini. Udah ah, mending langsung
kutanyain ke Mbah Google aja,” Abe berbicara kepada dirinya sendiri sambil
marah-marah lalu menyalakan laptopnya, membuka internet dan mulai mengingat apa
yang terjadi padanya.
“Hmm
… kata kuncinya apa ya? Penyakit yang memiliki gejala paranoid, nggak mau
sosialisasi, pendiam, susah senang, dan kadang nggak punya motivasi. Enter.
Mmm… apaan nih? Ski … Skiorenia …
Skizofnia … Skizforenia … Ah … Skizofrenia. Penyakit apaan nih, coba ah buka
site-nya,” ujar Abe, “Mmm … Skizofrenia kelainan mental tandanya gangguan
proses berpikir, uh, semua gejala yang tadi kutulis di kata kunci muncul semua.
Penyakit psikologi terberat yang tak bisa disembuhkan. Apaan nih, umur
penderita lebih pendek dari orang normal. Puncak untuk menentukan kita
skizofrenia atau nggak pas remaja itu kritis sekali dikarenakan pada saat itu
kita sedang mencari identitas.Hwaa …” tangis Abe meledak. Ia nggak bisa
ngebayangin, dia yang udah memiliki banyak penderitaan gitu harus dapet
penderitaan lagi. Mana di sana tertulis berumur pendek lagi. Rasanya mau
langsung mati aja deh.
Tok
… tok …
“Be
… Abe … kamu nangis? Kenapa?” Tanya suara diluar pintu, “Aku boleh masuk
nggak?” Tanya suara itu lagi.
“Nggak
boleh!!!” Abe meneriakkan jawabannya.
“Be
… kamu kenapa sih? Ya udah deh kalau nggak mau jawab, Kakak tinggalin. Jangan
lupa ya, nanti sore ada les bahasa
Inggris loh.” Suara yang ternyata suara Kak Ge itupun menyerah dan mengakhiri
percakapan sore itu.
Sore
itu benar-benar sore yang sedih bagi Abe, ia benar-benar kehilangan semangat
karena artikel yang dibacanya itu. Selesai bersiap-siap, Abe pun masuk ke
mobilnya untuk menuju ke tempat lesnya. Lesnya mulai jam 6.10 sore, jadi dia
biasa berangkat dari rumah paling cepat jam 5.30 dan paling lambat jam 6.00
sore. Sesampainya di tempat lesnya, ternyata pelajaran telah dimulai.
“Hi
… Abe, how are you?” Tanya Ms. El,
guruku yang berasal dari Amerika.
“Bad, My
parents angry to me because I got bad score in one of my exams. Oh yeah, Ilham
do you bring the cola?” tanyaku kepada teman sekelasku yang sebenarnya
lebih tua dariku. Kak Ilham hanya menunjuk kepada sebuah plastic yang dapat
kuperkira-kan –sebenernya bukan diperkirakan sih, tapi emang udah keliatan-
isinya 1 botol sprite dan 1 botol Coca Cola dan setumpuk gelas.
“Okay, Abe today we are talking about life
expectancy. The first one long life and the last is short life. What future
that you want to choose?” Tanya Ms. El.
“I think I will choose the short one because
bla … bla … bla … “Abe menjelaskan panjang lebar tentang penyakitnya dan
artikel yang menyebutkan bahwa penderitanya memiliki umur pendek jadi dia
bilang untuk apa dia hidup panjang kalau penderita kayak dia udah ditulis bakal
berumur pendek sambil sesekali meneguk cola-nya dengan menambahkan efek
dramatisasi.
“Oh … you must not be like that, I know that
feeling. When I’m in Junior High, it was one of the bad thing that I ever
experience. You’re still young, your way still long. Don’t be sad. Just enjoy
it.” Ms. El memberikan nasihatnya pada Abe dan Abe hanya manggut-manggut
sambil meneguk cola-nya yang ke-3.
“Ms. El, what time is it?” Tanya Abe.
“It is 6.55. What happen? Do you want to go
home earlier?” Tanya Ms. El.
“No, I forgot to have a pray. May I go for a
pray?” Tanya Abe yang nyaris melupakan shalat Maghribnya yang tinggal
dihitung menit saja dapat menambah dosanya. Abe pun dengan terburu-buru menaiki
tangga dan menuju ke ruang shalat. Setelah selesai shalat. Abe pun kembali ke
ruangannya dan menyimak kembali pelajaran hari itu.
Selesai
les, Abe pulang ke rumah menggunakan mobilnya sesampainya di rumah.
“Assalamu’alaikum,”
ujar Abe sewaktu memasuki rumahnya.
“Wa’alaikumsalam,”
jawab Bunda Abe, “Abe, kata Kak Ge tadi sore kamu nangis. Kenapa? Gara-gara
nilai ulangan itu ya? Udah ah, nggak usah dipikirin. Gak selamanya orang bakal
perfek. Ya udah kalau gitu kamu, sekarang shalat Isya’ dulu gih, udah masuk
waktunya dari tadi. Abis gitu ganti baju, makan malam, dan langsung tidur.
Jangan tidur kemaleman lagi, repot nanti Bunda sama Kak Ge. Tiap pagi harus
ngegotong kamu ke kamar mandi buat wudhu.” Sambung Bunda.
“Iya,
Bun. Aku istirahat dulu ya.” Abe menanggapi perintah Bunda sambil berlalu.
Malam
itu, ketika mau tidur Abe menangis lagi. Abe berpikir
Apa jadinya ya, kalau aku mati nanti,
belum punya keturunan atau nggak ada yang melayat atau apa jadinya ya, kalau
ternyata aku sukses nanti kalau sudah dewasa dan aku lihat kalau banyak cowok
maupun cewek, baik yang tua maupun muda mendekatiku karena aku sudah sukses.
Sedangkan ketika aku belum jadi siapa-siapa, aku masih kecil harus DITINGGALKAN
dan berada dalam banyak masalah yang menghimpit seperti ketika seorang Raja
dalam permainan catur dalam posisi yang nyaris skak. Oh … rasanya nggak mungkin
banget aku nerusin ini sendirian.
Dalam
benak Abe klip-klip video yang biasa membuat Abe berhalusinasi muncul kembali.
Kali ini Abe berteriak kencang dan memohon agar mereka melupakan itu. Padahal
tak ada hal yang ada di sekitarnya yang mengganggu.
“Ukh
… kenapa sih, paranoid itu datang lagi. Aku tahu, aku tahu, bahwa setiap hidup
apapun yang kita alami itu bagaikan kepingan mozaik yang akan menyusun menjadi
apakah kita nanti. Aku tahu benar, hidup perlu warna. Ada warna cerah dan
gelap, tapi kenapa aku hanya diberikan warna gelap! Kenapa?” Abe mulai terkena
halusinasi itu sampaii tertdur karena kelelahan.
Cit…cit…
Suara
burung bersiul kali ini membangunkanku. Di pagi buta ini, kulihat jamku yang
ada di tengah dinding yang menghadap kea rah jendela menuju dunia luar.
“Hoam
… jam 5.00 pagi. Hmm … kok tumben nggak ada yang bangunin aku sih. Ya udah deh,
aku wudhu dulu ah. Biar bisa cepat selesain solatnya dan melakukakan hal lain,”
ujar Abe sambil bangkit menuju ke kamar mandi.
HWAA…!!!
Dok
… dok … dok …
“Abe
… Be … Ada apa? Kenapa teriak-teriak?” Tanya Kak Ge yang sekarang berada
didepan kamar mandi setelah memaksa masuk ke kamar yang tidak dikunci itu.
“Ah
… Kak Ge, nggak kok Kak. Cuma kaget aja, mataku bisa bengkak gini,” Jawab Abe.
“Oh,
gitu. Ya udah Kak Ge keluar ya.” Kata
Kak Ge.
“Ntar
dulu, Kak. Abe mau nanya, kenapa Abe nggak dibangunin buat shalat subuh?” Tanya Abe.
“Siapa
yang nggak bangunin coba? Kak Ge sama Bunda udah bangunin tapi kamu nggak mau
bangun-bangun. Ya udah kita tinggal aja. Tap tetep bangun juga kan? Udah ya,
kakak mau ke rumah Tante Sil, mau bantuin mendistribusikan kuenya.” kata Kak Ge
sambil ngeloyor pergi.
“Tunggu
Kak Ge, aku mau ikut. Mumpung hari libur, sekalian olahraga,” Sambar Abe sambil
bergegas menyelesaikan madinya dan memakai bajunya, “Tadaa … udah siap. Ayo Kak
Ge kita berangkat.” Abe menarik tangan Kak Ge ke rumah Tante Sil.
“Assalamu’alaikum
Tante Sil! Kita sudah siap mendistribusikan kuenya nih,” ujar Kak Ge mewakili
Abe.
“Kita?
Bukannya kamu sendirian Ge?” Tanya Tante Sil.
“Iya
Tante. Tapi, ada seorang anak lagi yang mau membantu, nggak apa-apa kan Tan.
Lebih banyak orang yang bantuin lebih bagus,” jawab Kak Ge, “bolehkan Tante?”
Kak Ge menyambung jawabannya dengan pertanyaan lagi.
“Iya
boleh aja kok, tapi hati-hati ya. Awas mobil.” Tante Sil mengingatkan.
Setelah
mendapatkan kuenya mereka membagi tugas dengan cara masing-masing memiliki kue
masing-masing dan tujuan masing-masing. Jadilah mereka berpisah karena jalan
yang ditempuh masing-masing berlawanan.
“Menarilah dan terus
tertawa … walau dunia tak seindah surga … bersyukurlah pada yang kuasa … cinta kita di dunia … Selamanya …” sambil berjalan Abe
mulai menyenandungkan lagu-lagu yang ia ketahui tiba-tiba.
“Loe bego banget sih, udah tau mau
tampil malah pergi ke Lembang. Loe gak pernah diajarin apa buat milih salah
satu dari jadwal. Loe mau yang mana ‘tampil’ atau ‘pergi sama keluarga loe ke
lembang’? Asal loe tau aja ya, loe itu tuh udah di-cancel buat acara ini. Soalnya yang datang lebih
dari jam 10 itu bakal di-cancel dan kita udah buat formasi baru,” ujar temanku
yang seperan dengan Abe dalam drama itu.
“Ya mana gue tau, gue udah bilang kok ke
kakak kelas yang jadi PJ kelompok kita juga sama Aniva. Terus gue sekarang
harus apa?” Tanya Abe.
“Terserah, loe pengen cari sutradaranya
kek, PJ acara kek, PJ kelompok kita kek. Terserah loe deh mau ngapain aja.”
Ujarnya sambil berlalu.
“Aku harus apa nih, uh.”
“ARGH…!!!
Cukup udah. Nggak penting banget sih,” teriak Abe yang disambut dengan longokan
beberapa kepala orang yang lewat, “kenapa sih, harus selalu kambuh begituan
doang. Udah ah, pusing aku. Percepat aja langkahnya biar cepet nyampe.”
‘Beneran kamu masih mau hidup?’
“Oi!
Siapa tuh. Jangan nakutin aku deh. Ini udah pagi-pagi nih,” ujar Abe.
‘Mmm … I thought you will never saw me.
Buat apa sih hidup lama-lama kalau akhirnya Cuma bisa jadi buangan doang’ suara
itu dengan gencar menyerangku.
“Ish!
Apaan sih ini? Argh…” Abe mulai mengacak-acak barangnya dan jilbabnya. Ia seperti sedang menari suatu tarian aneh
ditengah jalan. “pergi … pergi … jangan ganggu aku!” Abe mulai mengusir-usir
suara itu. Sampai.
Tiin!
Tiin!
“AAAA!!”
teriak Abe.
“Aduh … aku dimana nih? Kok gini sih.”
Abe keheranan, “Kenapa semuanya putih, kenapa semua orang menangis? Is that a
crocodile tears? Mereka nangisin siapa? Lah, kok aku! Hoi semuanya, aku disini
yang di situ bukan aku. Hoi! Kesini. Aku … aku … di sini.” Teriak Abe berusaha
menyadarkan mereka sekuat tenaga.
“Percuma aja, kamu teriak-teriak nggak
akan bisa didenger juga.” Ujar sebuah suara.
“Kamu siapa dan yang disamping kamu
siapa? Tolong jelasin apa yang terjadi sama aku?” pinta Abe.
“Kenalin aku Ainda dan mereka Tiko dan
Riko. Jelasinnya nanti aja, sekarang ikut kita yuk.” Anak yang katanya bernama
Ainda itu menarik tanganku sedangkan dua anak lainnya yang sepertinya kembar
hanya melirik kepadaku sambil tersenyum.
Aku dibawa ke suatu tempat yang indah,
yang kalau kutebak mungkin taman bermain atau padang rumput dengan bunga
dimana-mana, sebuah pohon besar dengan ayunan dari ban karet disalah satu
dahannya, tempat itu terlihat lebih indah lagi karena saat itu sedang disinari
lembayung senja yang menawan, di langit nammppak burung-burung terbang kesana
kemari pulang ke sarang masing—masing, sebuah keluarga kucing tengah membuat
barisan menuju ke sarang mereka pula dengan induknya di depan dan lima ekor
anaknya mengekor dibelakangnya dengan dua diantaranya sedang bertengkar sebelum
salah satu diantaranya dipindahkan dengan cara digigit oleh sang induk.
“Kita ini disini jiwa dari tubuh yang
terbaring di kamar kita masing-masing, aku nggak tau gimana caranya kamu bisa
di rumah sakit itu, tapi yang jelas sekarang kita di sini lagi bebas.” Jelas
anak yang kuduga bernama Riko itu.
“Sekarang pertanyaannya, kamu masih mau
bersama mereka atau tidak?” Sekarang giliran Tiko yang berbicara.
“Aku masih agak bingung. Masalahnya
kalau di dunia aku agak nggak dihargai, jadi buat apa aku hidup,” jawab Abe.
“Hush, nggak boleh gitu nih aku kasih
tau sebuah dalil biar kamu agak nyadar deh, Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (TQS. az-Zumar [39]: 53),” jelas Ainda, “lagian tadi kamu lihat kan, mereka itu sedih banget ngeliat kamu terkena musibah. Makanya kamu nggak boleh ngecewain mereka. Coba terus jangan nyerah, syukurin apa yang ada. Kamu belum tahu masa depan, nggak boleh tuh yang namanya mendahului takdir nanti bisa kualat. Mungkin mereka sebenernya saying sama kamu, cuman kamunya aja yang nggak nyadar dan malah ngehindarin sosial.” Nasihat Ainda.
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa
semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (TQS. az-Zumar [39]: 53),” jelas Ainda, “lagian tadi kamu lihat kan, mereka itu sedih banget ngeliat kamu terkena musibah. Makanya kamu nggak boleh ngecewain mereka. Coba terus jangan nyerah, syukurin apa yang ada. Kamu belum tahu masa depan, nggak boleh tuh yang namanya mendahului takdir nanti bisa kualat. Mungkin mereka sebenernya saying sama kamu, cuman kamunya aja yang nggak nyadar dan malah ngehindarin sosial.” Nasihat Ainda.
“Ia juga
sih, tapi … tapi … “ bantah Abe.
“Udah ini
bukan waktunya buat berdebat. Sekarang kamu mau balik dan ngubah segalanya atau
pergi selamanya dan ninggalin duka yang dalam di hati mereka masing-masing.
Liatkan tadi kakak kamu kepukul banget, orangtuamu juga. Jangan pernah kecewain
mereka,” potong Tiko.
“Iya sudah.
Kalau menurut kalian itu lebih baik, aku
bakal balik ke sana. Kamu ikut balik nggak Ainda?” Tanya Abe.
“Nggak, Ini
sudah waktunya buat aku untuk pergi. Waktuku sudah habis, makanya karena kamu
masih punya waktu gunain waktu kamu sebaik mungkin ya. Selamat tinggal, Assalamu’alaikum.”
Ainda pun menghilang dari pandangan sekarang tinggal Tiko dan Riko serta Abe
yang masih bingung. Akhirnya aku pun kembali ke tubuhku yang terbaring di kasur
rumah sakit. Saat aku membuka
mataku …
“Ngh … aku dimana? Kenapa semuanya nangis?” Tanya
Abe dengan penuh Tanya.
“Alhamdulillah ya Allah … Assalamu’alaikum Abe!
Alhamdulillah kamu bisa bareng kita lagi ya.” Ujar Ayah dan Bunda.
“Iya loh, Abe. Tadi tuh kamu ketabrak mobil
karena bla … bla … bla …” cerita Kak Ge panjang lebar.
“Iya loh, kamu udah koma selama tiga harian ini,
syukur deh. Kamu masih dikasih kesempatan,” ujar salah seorang teman yang
menjengukku.
“Huh, jadi aku ketabrak mobil ya. Oya, tau nggak?
Selama aku koma tadi. Aku mimpi aneh kesuatu tempat, indah deh. Tadinya mau …
bla … bla …” Akhirnya Abe mengetahui tentang kisahnya hingga bisa sampai di
rumah sakit dan menceritakan mimpi anehnya selama dia koma.
Sekarang
dunia telah menghangat. Semua orang juga semangat menghiburku. Akhirnya
matahari mau juga menyinari hatiku yang beku oleh keegoisan. Mulai sekarang aku
bakalan tetep semangat dalam menjalani hidup serta terus enjoy sama hidupku
walaupun didera penyakit yang akan terus temani aku sampai mati. Aku bakal
lebih ber-positif thingking mulai sekarang. Batin Abe.
-Tamat-
Update
Yo ... yo ... yo ...! Assalamu'alaikum dan Met Malam All. Kita semua tahu kalau sekarang ini Indonesia lagi dalam Euforia besar2an gimana nggak? Ada Euforia Politik (PilPres), Euforia Piala Dunia, Euforia Puasa, Masuk sekolaah, dan banyak lagi. Uwaah ... keren banget ya. Asalkan jangan pada jatuh-menjatuhkan ya. Terutama pas politik. Tahu nggak sih, di keluarga Admin itu kemarin pas menjelang Pilpres keluarga admin lagi perang dingin loh. Ayah admin itu milih No. 1 sedang Nenek admin dari Ayah milih No. 2. Adek admin yang ngedukung apa kata Ayah admin juga nggak mau kalah. Kalau di TV ada debat capres maupun cawapres. Di rumah admin ada debat antara Pendukung No.1 dan No.2 yang dilakukan oleh adek admin daaan Nenek Admin. Gyahaha kocak banget. Saling ngejek iklan lawan. Tapi anyway semuanya pada puasakan? Jangan sampe bolong. Malu loh. Adek admin aja yang baru umur 4,7 tahun udah puasa walau baru setengah2 hari. Shalat juga jangan pada bolong2 yah. Oya, hari ini admin bakal nge-post cerita yang pernah admin janjiin dulu. Cerpen yang admin ikutsertakan ke lomba Cerpen Aksi tahun ini. Menang enggaknya yah. Belum tahu. Doain aja ya, biar admin menang jadi juara 1 aamiin. Sekian. Selamat Malam. Hidup Euforia.
Wassalamu'alaikum
PNF
Wassalamu'alaikum
PNF
Subscribe to:
Posts (Atom)